Poros Maritim (7)

Kerajaan-kerajaan Maritim (lanjutan)

Setelah kejatuhan Majapahit terdapat bandar-bandar besar dan berpengaruh di wilayah nusantara. Malaka, yang waktu itu masih menjadi wilayah Majapahit, dan kemudian Demak, menjadi bandar yang strategis. Selain Malaka, bandar lain yang tak kalah ramai adalah Makassar yang menjadi pusat kerajaan Gowa. Pusat kerajaan di Makassar pada awal abad ke-17 sudah menjadi kota pelabuhan internasional lengkap dengan kantor perwakilan dagang Portugis, Belanda, Inggris, Spanyol, Denmark dan Tiongkok. 

Malaka merupakan suatu kota pelabuhan besar yang letaknya menghadap ke laut. Posisi seperti ini juga dimiliki oleh kerajaan Maritim lain seperti Banten, Batavia, Gresik, Makassar, Ternate, Manila atau sungai besar yang dapat dilayari. 

Malaka muncul sebagai pusat perdagangan dan kegiatan Islam baru pada awal abad ke-15. Pendiri kerajaan Malaka adalah seorang pangeran Majapahit bernama Parameswara. Parameswara berhasil meloloskan diri ketika terjadi serangan Majapahit pada tahun 1377 dan akhirnya tiba di Malaka sekitar tahun 1400. 

Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang baik yang dapat dirapati kapal-kapal di segala musim dan terletak di bagian selat Malaka yang paling sempit. Beserta para pengikutnya dalam waktu singkat, dusun nelayan dengan bantuan bajak-bajak laut menjadi kota pelabuhan, yang karena letaknya yang sangat baik di Selat Malaka, merupakan saingan 
berat bagi Samudra Pasai.

Dengan demikian, Malaka diberi kesempatan berkembang menjadi pusat perniagaan baru. Sebelum itu, Malaka hanyalah sebuah tempat nelayan kecil yang tak berarti. Pada awal abad ke-14, tempat tersebut mulai berarti buat perdagangan, dan dalam waktu yang pendek saja menjadi pelabuhan yang terpenting di pantai Selat Malaka.

Melalui persekutuan dengan orang laut, yaitu perompak pengembara Proto-Melayu di selat Malaka, dia berhasil membuat Malaka menjadi suatu pelabuhan internasional yang besar. Cara yang ditempuh Malaka adalah dengan memaksa kapal-kapal yang lewat untuk singgah di pelabuhannya serta memberi fasilitas yang cukup baik serta dapat dipercaya bagi pergudangan dan perdagangan. 

Setelah Majapahit mengalami kehancuran, di Jawa muncul kerajaan maritim yakni kerajaan Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam pertama di Jawa. Menurut Tome Pires, Demak mempunyai armada laut yang terdiri dari 40 kapal jung. Kekuatan Demak terpenting adalah kota pelabuhan Jepara, yang merupakan kekuatan laut terbesar di laut Jawa. 

Pada masa Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor berkuasa, tepatnya tahun 1512 dan 1513 Demak menyerang Portugis di Malaka menggunakan gabungan seluruh angkatan laut Jawa. Namun serangan tersebut gagal dan berujung dengan hancurnya angkatan laut dari Jawa. Selanjutnya, di bawah pimpinan Fatahillah, pada tahun 1527 Demak menyerang Portugis di Sunda Kelapa. 

Pasukan Demak berhasil menghancurkan Portugis dan menguasai Sunda Kelapa. Namun demikian, kerajaan Demak bukanlah kerajaan maritim besar. Hal inilah kemudian membuat Portugis, dan kemudian Belanda relatif mudah menguasai Jawa. 

Kemunduran terbesar Indonesia sebagai bangsa maritim terjadi ketika meninggalnya Sultan Agung 1645. Kematian Sultan Agung pada tahun 1645 membuka ruang intervensi VOC di pedalaman Mataram, dan jatuhnya Makassar pada 1669 membuka jalan bagi VOC menguasai jalur perdagangan terpenting di nusantara. Sejak itu hanya ada kerajaan maritim kecil dan hidup di bawah dominasi VOC yang secara efektif menggunakan perpecahan dan persaingan di antara mereka untuk menguasai semuanya.

Referensi
Bernhard Limbong, Poros Maritim, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2014

Comments

Popular posts from this blog

Penyusunan Hukum Agraria Nasional

Konsepsi Ekonomi Kerakyatan