Ayo Melek Hukum (2)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat Berujung Cerai
Terkadang peristiwa yang terjadi di sekitar kita tanpa kita sadari ternyata merupakan suatu peristiwa hukum. Kita sering kali tidak peduli dengan peristiwa tersebut. Mungkin kita sering mengguman: malas ah berurusan dengan hukum. Hal itu dapat saja dibenarkan ketika budaya hukum belum terbangun dengan baik di masyarakat tempat kita hidup.
Namun, sudah waktunya kita sadar hukum. Karena hukum itu sendiri dapat membawa keadilan. Ius est iustum: hukum itu adil. Jangan sampai kita mengalami ketidakadilan karena kita kurang melek hukum.
Berikut ini disajikan sebuah ilustrasi yang menghantar kita pada topik bahasan.
Ilustrasi
“Kesabaran manusia ada batasnya”. Sepenggal kalimat yang mungkin dimonolog oleh ibu Claudia menyadari tindakan suaminya sudah melampaui batas kewajaran bila terjadi kekisruhan dalam rumah tangga. Memang selama ini, umpatan, kata-kata kasar bahkan kekerasan dari sang suami masih bisa ditoleransi karena ia selalu memikirkan masa depan anak-anaknya. Ia pun mengurungkan niat untuk menceraikan suaminya. Merasa tak sanggup lagi dengan perlakuan sang suami akhirnya ibu Claudia memutuskan untuk menuntut suaminya dan mengajukan gugatan cerai.
Apakah Bu Claudia mempunyai dasar hukum ketika menuntut dan mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya?
Dari ilustrasi di atas, jelas diketahui bahwa Bu Claudia mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Karenanya, Bu Claudia dapat melaporkan perbuatan suaminya ke pihak berwajib. Sang suami dapat dituntut dengan tuntutan pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351, Pasal 354, dan Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bahkan, hukuman yang dikenakan kepada sang suami bisa berlipat karena kejahatan tersebut dilakukan terhadap istri ( Pasal 356 KUHP).
Selanjutnya, Bu Claudia dapat mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dijabarkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut:
1) Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidakdapat menjalankan kewajibannya sebagai istri/suami
6) Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan lagi akan hidup rukun dalam rumah tangga.
Menilik alasan-alasan perceraian tersebut, tentu saja ibu Claudia memiliki dasar hukum untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Ia pun dapat mendasarkan gugatannya pada point (4) dan (6) yang mana suaminya melakukan penganiayaan terhadap dirinya dan terjadi pertengkaran/perselisihan yang terus-menerus.
Comments
Post a Comment