Kompensasi Pengadaan Tanah (3)
Sebagaimana telah dinyatakan pada postingan bagian pertama bahwa saat ini kompensasi dalam pelaksanaan pengadaan tanah telah diatur dalam sebuah undang-undang. Semua hal terkait kompensasi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU Pengadaan Tanah).
Menurut Undang-Undang
Menurut UU Pengadaan Tanah, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.[1] Hal ini berarti, kompensasi bagi masyarakat yang tanahnya dibebaskan menjadi bagian yang penting dalam pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan.
Konsep pengadaan tanah sendiri sebagaimana dirumuskan dalam UU ini mengafirmasi hal tersebut. UU ini membatasi pengadaan tanah sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.[2] Pentingnya kompensasi dalam pelaksanaan pengadaan tanah juga tercermin dalam prinsip-prinsip pengadaan tanah.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas: (a) kemanusiaan; (b) keadilan; (c) kemanfaatan; (d) kepastian; (e) keterbukaan; (f) kesepakatan; (g) keikutsertaan; (h) kesejahteraan; (i) keberlanjutan; dan (j) keselarasan.[3] Asas-asas ini seharusnya menjadi dasar dalam pemberian kompensasi.
1. Pengertian
UU Pengadaan Tanah mendefinisikan kompensasi sebagai penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.[4] Sepintas terlihat bahwa UU Pengadaan Tanah menyederhanakan makna dari kompensasi itu sendiri. Apalagi dalam UU ini tidak dijelaskan lebih lanjut dan detail kriteria layak dan adil.
Bila dibandingkan dengan definisi yang diberikan oleh Keppres dan Perpres sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, jelas bahwa definisi kompensasi dalam UU ini mengalami kemunduran. Seharusnya, UU ini memberikan definisi yang lebih lengkap dan detail sehingga memberikan kepastian hukum terutama kepada pemegang hak atas tanah yang berhak mendapatkan kompensasi ketika tanahnya diambil sebagai wadah kegiatan pembangunan.
2. Bentuk dan Dasar Penetapan Kompensasi
Dalam UU Pengadaan Tanah tidak diatur mengenai dasar perhitungan kompensasi. Besarnya kompensasi ditentukan oleh penilai yang ditetapkan Lembaga Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional). Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah.[5]
Menurut peraturan pelaksanaannya, jasa penilai atau penilai publik diadakan dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (KPPT). Pengadaan jasa penilai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan pengadaan penilai dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.[6] Apabila pemilihan penilai tidak dapat dilaksanakan, KPPT dapat menunjuk penilai publik.
Penilaian besarnya nilai kompensasi dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:[7] (a) tanah; (b) ruang atas tanah dan bawah tanah; (c) bangunan; (d) tanaman; (e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau (f) kerugian lain yang dapat dinilai.[8] Selanjutnya, KPPT menetapkan besarnya nilai kompensasi berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik.
Karena itu, UU ini juga mengatur bahwa penilai wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan.[9] Pelanggaran terhadap kewajiban penilai dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana.
Nilai kompensasi yang dinilai penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan dan menjadi dasar musyawarah penetapan kompensasi.[10] Seandainya, terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya dari bidang tanah tertentu yang terkena pengadaan tanah, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.[11]
Tidak lagi dapat difungsikan maksudnya bahwa bidang tanah yang tidak lagi dapat digunakan sesuai dengan peruntukan dan penggunaan semula. Semisal, rumah hunian yang terbagi sehingga sebagian lagi tidak dapat digunakan sebagai rumah hunian. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak yang menguasai/memiliki tanah dapat meminta kompensasi atas seluruh tanahnya.
3. Musyawarah Penetapan Kompensasi
Musyawarah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya kompensasi dilakukan antara lembaga pertanahan dengan pihak yang berhak.[12] Musyawarah dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian penilai. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian kompensasi kepada pihak yang berhak.
Pelaksana pengadaan tanah (PPT) melaksanakan musyawarah dengan pihak yang berhak. Musyawarah juga mengikutsertakan instansi yang memerlukan tanah. Musyawarah dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk kompensasi berdasarkan hasil penilaian kompensasi. Dalam musyawarah tersebut PPT menyampaikan besarnya kompensasi hasil penilaian penilai.[13] PPT mengundang pihak yang berhak dalam musyawarah penetapan kompensasi dengan menetapkan tempat dan waktu pelaksanaan. Undangan disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah penetapan kompensasi.
Musyawarah dipimpin oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk.[14] Pelaksanaan musyawarah dapat dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah pihak yang berhak, waktu, dan tempat pelaksanaan musyawarah. Musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali bila belum tercapai kesepakatan.[15]
Musyawarah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada KPPT. Apabila berhalangan hadir dalam musyawarah, pihak yang berhak dapat memberikan kuasa kepada:[16] (a) seorang dalam hubungan darah ke atas, ke bawah atau ke samping sampai derajat kedua atau suami/istri bagi yang berstatus perorangan; (b) seorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan anggaran dasar bagi yang berstatus badan hukum; atau (c) pihak yang berhak lainnya. Pihak yang berhak hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang penerima kuasa.
Apabila pihak yang berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan tidak memberikan kuasa, pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya kompensasi yang ditetapkan oleh PPT.
Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya kompensasi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat.[17] Pengajuan keberatan disampaikan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah musyawarah penetapan kompensasi.
Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya kompensasi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sebagai pertimbangan dalam memutus putusan atas besaran kompensasi, pihak yang berkepentingan dapat menghadirkan saksi ahli di bidang penilaian untuk didengar pendapatnya sebagai pembanding atas penilaian Kompensasi.
Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran kompensasi kepada pihak yang mengajukan keberatan.
4. Pemberian Kompensasi
UU Pengadaan tanah mengatur bahwa kompensasi diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Pemberian kompensasi pada prinsipnya harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas kompensasi.[18]
Yang berhak antara lain: (1) pemegang hak atas tanah; (2) pemegang hak pengelolaan; (3) nadzir, untuk tanah wakaf; (4) pemilik tanah bekas milik adat; (5) masyarakat hukum adat; (6) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik; (7) pemegang dasar penguasaan atas tanah;[19] dan/atau (8) pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Apabila berhalangan, pihak yang berhak karena hukum dapat memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris.[20]
Untuk hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah yang bukan miliknya, kompensasi diberikan kepada pemegang hak guna bangunan atau hak pakai atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya, sedangkan kompensasi atas tanahnya diberikan kepada pemegang hak milik atau hak pengelolaan.
Kompensasi atas tanah hak ulayat diberikan dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali, atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pihak yang menguasai tanah negara yang dapat diberikan kompensasi adalah pemakai tanah negara yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai tanah negara berdasarkan sewa-menyewa, atau pihak lain yang menggunakan atau memanfaatkan tanah negara bebas dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang belum atau tidak dipunyai dengan hak atas tanah, kompensasi diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Kompensasi diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian kompensasi pihak yang berhak wajib:[21] a) melakukan pelepasan hak; dan b) menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Bukti penguasaan atau kepemilikan tersebut merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.
Pihak yang berhak menerima kompensasi bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima kompensasi. Setiap orang yang melanggar dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk:[22] a) uang; b) tanah pengganti; c) permukiman kembali;[23] d) kepemilikan saham;[24] atau e) bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.[25] Bentuk kompensasi, baik berdiri sendiri maupun gabungan dari beberapa bentuk kompensasi, diberikan sesuai dengan nilai kompensasi yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai.
Kompensasi dalam bentuk uang diberikan dalam bentuk mata uang rupiah.[26] Pemberian kompensasi dalam bentuk uang dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah berdasarkan validasi dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian kompensasi dilakukan paling lama dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan bentuk kompensasi oleh Pelaksana Pengadaan Tanah.
Kompensasi dalam bentuk tanah pengganti diberikan oleh instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.[27] Tanah pengganti diberikan untuk dan atas nama Pihak yang berhak. Penyediaan tanah pengganti dilakukan melalui jual beli atau cara lain yang disepakati. Selama proses penyediaan tanah pengganti, dana penyediaan tanah pengganti, dititipkan pada bank oleh dan atas nama instansi yang memerlukan tanah. Pelaksanaan penyediaan tanah pengganti dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak penetapan bentuk kompensasi oleh PPT.
Kompensasi dalam bentuk permukiman kembali diberikan oleh Instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah. Pemberian kompensasi dalam bentuk permukiman kembali dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Permukiman kembali diberikan untuk dan atas nama pihak yang berhak.
Pemberian kompensasi dilakukan bersamaan dengan Pelepasan hak oleh Pihak yang berhak tanpa menunggu selesainya pembangunan permukiman kembali. Selama proses permukiman kembali, dana penyediaan permukiman kembali dititipkan pada bank oleh dan atas nama Instansi yang memerlukan tanah. Pelaksanaan penyediaan permukiman kembali dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak penetapan bentuk kompensasi oleh PPT.[28]
Kompensasi dalam bentuk kepemilikan saham diberikan oleh BUMN yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat penugasan khusus dari Pemerintah. Kepemilikan saham dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang berhak dengan BUMN yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah. Selanjutnya, pemberian kompensasi dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak dapat berupa gabungan 2 (dua) atau lebih bentuk kompensasi.
Apabila pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi berdasarkan hasil musyawarah atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung, kompensasi dititipkan di pengadilan negeri setempat. Penitipan kompensasi juga dilakukan terhadap:[29] a) pihak yang berhak menerima kompensasi tidak diketahui keberadaannya; atau b) objek pengadaan tanah yang akan diberikan kompensasi: sedang menjadi objek perkara di pengadilan; masih dipersengketakan kepemilikannya; diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau menjadi jaminan di bank.[30]
Dalam hal terdapat penitipan kompensasi, istansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penitipan kompensasi kepada ketua pengadilan negeri pada wilayah lokasi pembangunan.[31] Penitipan kompensasi diserahkan kepada pengadilan negeri pada wilayah lokasi pembangunan.
Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi dan tidak mengajukan keberatan, kompensasi dapat diambil dalam waktu yang dikehendaki oleh pihak yang berhak dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi berdasarkan putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kompensasi dapat diambil oleh pihak yang berhak setiap saat pihak yang berhak menghendakinya dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.[32]
Seandainya, pihak yang berhak menerima kompensasi tidak diketahui keberadaannya, PPT menyampaikan pemberitahuan mengenai ketidakberadaan pihak yang berhak secara tertulis kepada camat dan lurah/kepala desa atau nama lainnya.[33] Ketika, pihak yang berhak telah diketahui keberadaannya, pihak yang berhak mengajukan pemohonan kepada pengadilan tempat penitipan kompensasi dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
[1] Lihat, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 9
Asas
kemanusiaan maksudnya bahwa pengadaan tanah
harus memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia,
harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional. Asas keadilan adalah
memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan
kehidupan yang lebih baik. Asas
kemanfaatan adalah hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara
luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah
dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada
pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak. Asas keterbukaan adalah bahwa pengadaan
tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah. Asas kesepakatan adalah bahwa proses
pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan
untuk mendapatkan kesepakatan bersama. (lihat Penjelasan Pasal 2)
Asas keikutsertaan
adalah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan
sampai dengan kegiatan pembangunan. Asas
kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat
memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan
masyarakat secara luas.
Asas keberlanjutan
adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus,
berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asas keselarasan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan
dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.
[6] Lihat Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 63-64
[7] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
…, op.cit, Pasal 33 lihat juga PerPres
No. 71 Tahun
2012…Pasal 65 Ayat 1
Dalam melakukan
tugasnya Penilai atau
Penilai Publik meminta
peta bidang tanah,
daftar nominatif dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian dari
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (Lihat Perpres
No. 71 2012, Pasal 65 ayat 2)
[8] Kerugian lain yang dapat
dinilai” adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang,
misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan
tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas properti sisa.
Nilai kompensasi merupakan nilai tunggal untuk
bidang per bidang tanah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012…Pasal 66 Ayat 2
Musyawarah dilakukan
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari
Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan
[17] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, op.cit,
Pasal 38 lihat juga PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 73.
Seandainya,
pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi, tetapi tidak
mengajukan keberatan, karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk
dan besarnya kompensasi
(lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 3.
[19] Yang dimaksud dengan “pemegang
dasar penguasaan atas tanah” adalah pihak yang memiliki alat bukti yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan yang
bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, misalnya pemegang akta jual beli
atas Hak atas Tanah yang belum dibalik nama, pemegang akta jual beli atas hak
milik adat yang belum diterbitkan sertifikat, dan pemegang surat izin menghuni.
[20] Penerima kuasa hanya dapat
menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas kompensasi.
[23] Permukiman kembali adalah proses
kegiatan penyediaan tanah pengganti kepada Pihak yang Berhak ke lokasi lain
sesuai dengan kesepakatan dalam proses Pengadaan Tanah.
[24] Bentuk kompensasi melalui
kepemilikan saham adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk
kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan
antarpihak.
[25] Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak
misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk kompensasi.
Dalam hal
bentuk kompensasi berupa tanah
pengganti atau permukiman kembali,
musyawarah juga menetapkan
rencana lokasi tanah
pengganti atau permukiman kembali (lihat Perpres Pasal 79)
Bentuk
kompensasi yang dititipkan di pengadilan negeri berupa uang dalam mata uang
rupiah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 76 Ayat 1
[30] Dalam hal
Objek Pengadaan Tanah
sedang menjadi Objek
perkara di pengadilan, kompensasi
diambil oleh Pihak
yang Berhak setelah
putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
atau putusan perdamaian (dading). Dalam hal
objek pengadaan tanah
masih dipersengketakan kepemilikannya, pengambilan
kompensasi dilakukan setelah adanya
berita acara perdamaian (dading).
Dalam hal Objek
Pengadaan Tanah diletakkan
sita oleh pejabat
yang berwenang, kompensasi dapat diambil
oleh Pihak yang
Berhak setelah adanya putusan pengadilan
yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
dan pengangkatan sita. Dalam hal Objek Pengadaan Tanah menjadi jaminan
di bank, kompensasi dapat diambil
di pengadilan negeri
setelah adanya surat
pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan
persetujuan dari pihak bank. Pengambilan
kompensasi yang dititipkan
di pengadilan negeri, pihak
yang berhak wajib menyerahkan bukti penguasaan atau
kepemilikan objek pengadaan tanah kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Manakala uang kompensasi telah dititipkan di pengadilan negeri dan pihak yang
berhak masih menguasai objek pengadaan tanah, instansi
yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan pengosongan tanah tersebut kepada pengadilan negeri di wilayah
lokasi pengadaan tanah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 90-95)
Comments
Post a Comment