Kompensasi Pengadaan Tanah (3)


Sebagaimana telah dinyatakan pada postingan bagian pertama bahwa saat ini kompensasi dalam pelaksanaan pengadaan tanah telah diatur dalam sebuah undang-undang. Semua hal terkait kompensasi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU Pengadaan Tanah).

Menurut Undang-Undang 

Menurut UU Pengadaan Tanah, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.[1] Hal ini berarti, kompensasi bagi masyarakat yang tanahnya dibebaskan menjadi bagian yang penting dalam pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan.

Konsep pengadaan tanah sendiri sebagaimana dirumuskan dalam UU ini mengafirmasi hal tersebut. UU ini membatasi pengadaan tanah sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.[2] Pentingnya kompensasi dalam pelaksanaan pengadaan tanah juga tercermin dalam prinsip-prinsip pengadaan tanah. 

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas: (a) kemanusiaan; (b) keadilan; (c) kemanfaatan; (d) kepastian; (e) keterbukaan; (f) kesepakatan; (g) keikutsertaan; (h) kesejahteraan; (i) keberlanjutan; dan (j) keselarasan.[3] Asas-asas ini seharusnya menjadi dasar dalam pemberian kompensasi.  

1.   Pengertian

UU Pengadaan Tanah mendefinisikan kompensasi sebagai penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.[4] Sepintas terlihat bahwa UU Pengadaan Tanah menyederhanakan makna dari kompensasi itu sendiri. Apalagi dalam UU ini tidak dijelaskan lebih lanjut dan detail kriteria layak dan adil.

Bila dibandingkan dengan definisi yang diberikan oleh Keppres dan Perpres sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, jelas bahwa definisi kompensasi dalam UU ini mengalami kemunduran. Seharusnya, UU ini memberikan definisi yang lebih lengkap dan detail sehingga memberikan kepastian hukum terutama kepada pemegang hak atas tanah yang berhak mendapatkan kompensasi ketika tanahnya diambil sebagai wadah kegiatan pembangunan.

2.   Bentuk dan Dasar Penetapan Kompensasi

Dalam UU Pengadaan Tanah tidak diatur mengenai dasar perhitungan kompensasi. Besarnya kompensasi ditentukan oleh penilai yang ditetapkan Lembaga Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional). Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah.[5]

Menurut peraturan pelaksanaannya, jasa penilai atau  penilai  publik  diadakan dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan  Tanah (KPPT). Pengadaan jasa penilai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan pengadaan penilai dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.[6] Apabila pemilihan penilai tidak dapat  dilaksanakan,  KPPT dapat menunjuk penilai publik.

Penilaian besarnya nilai kompensasi dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:[7] (a) tanah; (b) ruang atas tanah dan bawah tanah; (c) bangunan; (d) tanaman; (e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau (f) kerugian lain yang dapat dinilai.[8] Selanjutnya, KPPT menetapkan besarnya nilai kompensasi berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik.

Karena itu, UU ini juga mengatur bahwa penilai wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan.[9] Pelanggaran terhadap kewajiban penilai dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana.

Nilai kompensasi yang dinilai penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan dan menjadi dasar musyawarah penetapan kompensasi.[10] Seandainya, terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya dari bidang tanah tertentu yang terkena pengadaan tanah, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.[11]

Tidak lagi dapat difungsikan maksudnya bahwa bidang tanah yang tidak lagi dapat digunakan sesuai dengan peruntukan dan penggunaan semula. Semisal, rumah hunian yang terbagi sehingga sebagian lagi tidak dapat digunakan sebagai rumah hunian. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak yang menguasai/memiliki tanah dapat meminta kompensasi atas seluruh tanahnya.

3.   Musyawarah Penetapan Kompensasi

Musyawarah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya kompensasi dilakukan antara lembaga pertanahan dengan pihak yang berhak.[12] Musyawarah dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian penilai. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian kompensasi kepada pihak yang berhak.

Pelaksana pengadaan tanah (PPT) melaksanakan musyawarah dengan pihak yang berhak. Musyawarah juga mengikutsertakan instansi yang memerlukan tanah. Musyawarah dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk kompensasi berdasarkan hasil penilaian kompensasi. Dalam musyawarah tersebut PPT menyampaikan besarnya kompensasi hasil penilaian penilai.[13] PPT mengundang pihak yang berhak dalam musyawarah penetapan kompensasi dengan menetapkan tempat dan waktu  pelaksanaan. Undangan disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah penetapan kompensasi. 

Musyawarah dipimpin oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk.[14] Pelaksanaan musyawarah dapat dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah pihak yang berhak, waktu, dan tempat pelaksanaan musyawarah. Musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali bila belum tercapai kesepakatan.[15] 

Musyawarah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil  penilaian  dari  Penilai  disampaikan  kepada  KPPT. Apabila berhalangan  hadir  dalam  musyawarah, pihak  yang  berhak  dapat memberikan kuasa kepada:[16] (a) seorang  dalam  hubungan  darah  ke  atas,  ke  bawah  atau  ke samping  sampai  derajat  kedua  atau  suami/istri  bagi  yang berstatus perorangan; (b) seorang  yang  ditunjuk  sesuai  dengan  ketentuan  anggaran  dasar bagi yang berstatus badan hukum; atau (c) pihak yang berhak lainnya. Pihak  yang  berhak  hanya  dapat  memberikan  kuasa  kepada  1 (satu) orang  penerima  kuasa. 

Apabila pihak yang berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan tidak  memberikan kuasa, pihak yang berhak dianggap menerima bentuk  dan  besarnya  kompensasi yang  ditetapkan  oleh  PPT.
Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya kompensasi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat.[17] Pengajuan keberatan disampaikan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah musyawarah penetapan kompensasi. 

Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya kompensasi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sebagai pertimbangan dalam memutus putusan atas besaran kompensasi, pihak yang berkepentingan dapat menghadirkan saksi ahli di bidang penilaian untuk didengar pendapatnya sebagai pembanding atas penilaian Kompensasi.

Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran kompensasi kepada pihak yang mengajukan keberatan.

4.   Pemberian Kompensasi

UU Pengadaan tanah mengatur bahwa kompensasi diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Pemberian kompensasi pada prinsipnya harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas kompensasi.[18] 

Yang berhak antara lain: (1) pemegang hak atas tanah; (2) pemegang hak pengelolaan; (3) nadzir, untuk tanah wakaf; (4) pemilik tanah bekas milik adat; (5) masyarakat hukum adat; (6) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik; (7) pemegang dasar penguasaan atas tanah;[19] dan/atau (8) pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Apabila berhalangan, pihak yang berhak karena hukum dapat memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris.[20]

Untuk hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah yang bukan miliknya, kompensasi diberikan kepada pemegang hak guna bangunan atau hak pakai atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya, sedangkan kompensasi atas tanahnya diberikan kepada pemegang hak milik atau hak pengelolaan.

Kompensasi atas tanah hak ulayat diberikan dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali, atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pihak yang menguasai tanah negara yang dapat diberikan kompensasi adalah pemakai tanah negara yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai tanah negara berdasarkan sewa-menyewa, atau pihak lain yang menggunakan atau memanfaatkan tanah negara bebas dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang belum atau tidak dipunyai dengan hak atas tanah, kompensasi diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Kompensasi diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian kompensasi pihak yang berhak wajib:[21] a) melakukan pelepasan hak; dan b) menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Bukti penguasaan atau kepemilikan tersebut merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.

Pihak yang berhak menerima kompensasi bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima kompensasi. Setiap orang yang melanggar dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk:[22] a) uang; b) tanah pengganti; c) permukiman kembali;[23] d) kepemilikan saham;[24] atau e) bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.[25] Bentuk kompensasi, baik berdiri  sendiri  maupun  gabungan  dari  beberapa  bentuk  kompensasi,  diberikan  sesuai  dengan  nilai  kompensasi  yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Penilai.

Kompensasi  dalam  bentuk  uang  diberikan dalam bentuk mata uang rupiah.[26] Pemberian kompensasi dalam bentuk uang dilakukan  oleh  instansi  yang  memerlukan  tanah berdasarkan  validasi  dari  Ketua  Pelaksana  Pengadaan  Tanah  atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian  kompensasi dilakukan  paling  lama  dalam  7  (tujuh)  hari  kerja  sejak  penetapan bentuk kompensasi oleh Pelaksana Pengadaan Tanah.

Kompensasi dalam bentuk tanah pengganti diberikan oleh instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.[27] Tanah  pengganti  diberikan untuk dan atas nama Pihak yang berhak. Penyediaan  tanah  pengganti  dilakukan melalui  jual  beli  atau  cara  lain  yang  disepakati. Selama proses  penyediaan  tanah  pengganti, dana penyediaan  tanah pengganti, dititipkan pada bank oleh dan atas nama instansi yang memerlukan tanah. Pelaksanaan  penyediaan  tanah  pengganti dilakukan  paling  lama  6  (enam)  bulan  sejak  penetapan bentuk kompensasi oleh PPT.

Kompensasi dalam bentuk permukiman kembali  diberikan oleh Instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah. Pemberian kompensasi dalam  bentuk  permukiman  kembali dilakukan  oleh  Instansi  yang memerlukan  tanah  setelah  mendapat  permintaan  tertulis  dari  Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Permukiman  kembali  diberikan untuk dan atas nama pihak yang berhak. 

Pemberian kompensasi dilakukan bersamaan dengan Pelepasan hak oleh Pihak yang berhak tanpa menunggu selesainya pembangunan permukiman kembali. Selama  proses  permukiman  kembali,  dana  penyediaan  permukiman  kembali  dititipkan  pada  bank oleh dan atas nama Instansi yang memerlukan tanah. Pelaksanaan penyediaan  permukiman  kembali  dilakukan  paling  lama  1  (satu)  tahun sejak penetapan bentuk kompensasi oleh PPT.[28]

Kompensasi dalam  bentuk  kepemilikan  saham  diberikan  oleh  BUMN yang berbentuk perusahaan terbuka dan mendapat penugasan khusus dari Pemerintah. Kepemilikan  saham  dilaksanakan  berdasarkan  kesepakatan  antara  pihak  yang berhak dengan BUMN yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah. Selanjutnya, pemberian  kompensasi dalam  bentuk  lain  yang  disetujui  oleh kedua  belah  pihak  dapat  berupa  gabungan  2  (dua)  atau  lebih  bentuk kompensasi.

Apabila pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi berdasarkan hasil musyawarah atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung, kompensasi dititipkan di pengadilan negeri setempat. Penitipan kompensasi juga dilakukan terhadap:[29] a) pihak yang berhak menerima kompensasi tidak diketahui keberadaannya; atau b) objek pengadaan tanah yang akan diberikan kompensasi: sedang menjadi objek perkara di pengadilan; masih dipersengketakan kepemilikannya; diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau  menjadi jaminan di bank.[30]

Dalam  hal  terdapat  penitipan  kompensasi, istansi  yang memerlukan  tanah  mengajukan  permohonan  penitipan  kompensasi  kepada  ketua  pengadilan  negeri  pada  wilayah lokasi pembangunan.[31] Penitipan kompensasi diserahkan  kepada  pengadilan  negeri  pada wilayah lokasi pembangunan.

Dalam  hal  pihak  yang  berhak  menolak  bentuk  dan/atau  besarnya  kompensasi  dan  tidak  mengajukan  keberatan, kompensasi dapat diambil dalam waktu yang dikehendaki  oleh  pihak  yang  berhak  dengan  surat  pengantar  dari  Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi berdasarkan  putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,  kompensasi dapat diambil oleh pihak yang berhak setiap saat pihak yang berhak  menghendakinya dengan  surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.[32]

Seandainya, pihak  yang  berhak  menerima  kompensasi tidak diketahui keberadaannya, PPT menyampaikan pemberitahuan mengenai ketidakberadaan pihak yang berhak secara tertulis kepada camat dan lurah/kepala desa atau nama lainnya.[33] Ketika, pihak yang berhak telah diketahui keberadaannya, pihak yang berhak mengajukan pemohonan kepada  pengadilan  tempat penitipan kompensasi  dengan  surat  pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.




[1]   Lihat, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 9
[2]  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 1 Angka 2
[3]  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 2.
Asas kemanusiaan maksudnya bahwa pengadaan tanah harus memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Asas keadilan adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik. Asas kemanfaatan adalah hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak. Asas keterbukaan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah. Asas kesepakatan adalah bahwa proses pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama. (lihat Penjelasan Pasal 2)
Asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan. Asas kesejahteraan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas.
Asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asas keselarasan adalah bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.
[4]  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 1 Angka 10
[5]   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 31
[6] Lihat Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 63-64
[7] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, op.cit, Pasal 33 lihat juga PerPres No. 71 Tahun 2012Pasal 65 Ayat 1
Dalam  melakukan  tugasnya  Penilai  atau  Penilai  Publik  meminta  peta  bidang  tanah,  daftar nominatif dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (Lihat Perpres No. 71 2012, Pasal 65 ayat 2)
[8]     Kerugian lain yang dapat dinilai” adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas properti sisa.
[9]   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 32
[10] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid Pasal 34   
Nilai  kompensasi merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang tanah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012Pasal 66 Ayat 2
[11] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid Pasal 35
[12] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, ibid, Pasal 37  
Musyawarah dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan
[13]  lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012…op.cit, Pasal 68
[14]  PerPres No. 71 Tahun 2012…ibid, Pasal 69
[15]  PerPres No. 71 Tahun 2012…op.cit Pasal 70
[16]  PerPres No. 71 Tahun 2012ibid, Pasal 71
[17] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …, op.cit, Pasal 38 lihat juga PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 73.
Seandainya, pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya kompensasi, tetapi tidak mengajukan keberatan, karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya kompensasi (lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 3.
[18] Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …,ibid, Pasal 40 dan Penjelasannya
[19]   Yang dimaksud dengan “pemegang dasar penguasaan atas tanah” adalah pihak yang memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, misalnya pemegang akta jual beli atas Hak atas Tanah yang belum dibalik nama, pemegang akta jual beli atas hak milik adat yang belum diterbitkan sertifikat, dan pemegang surat izin menghuni.
[20]     Penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas kompensasi.
[21]     Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …,ibid, Pasal 41

[22]  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …,ibid, Pasal 36
[23] Permukiman kembali adalah proses kegiatan penyediaan tanah pengganti kepada Pihak yang Berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan dalam proses Pengadaan Tanah.
[24] Bentuk kompensasi melalui kepemilikan saham adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antarpihak.
[25]   Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk kompensasi.
[26]   PerPres No. 71 Tahun 2012…, Op.cit,  Pasal 76
[27]   PerPres No. 71 Tahun 2012…, ibid, Pasal 77
[28]     PerPres No. 71 Tahun 2012…, ibid, Pasal 78
Dalam  hal  bentuk  kompensasi berupa  tanah  pengganti  atau permukiman  kembali,  musyawarah  juga  menetapkan  rencana  lokasi  tanah  pengganti  atau  permukiman kembali (lihat Perpres Pasal 79)
[29]  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 …,Op.Cit, Pasal 42
Bentuk kompensasi yang dititipkan di pengadilan negeri berupa uang dalam mata uang rupiah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 76 Ayat 1
[30] Dalam  hal  Objek  Pengadaan  Tanah  sedang  menjadi  Objek  perkara  di pengadilan, kompensasi diambil  oleh  Pihak  yang  Berhak  setelah  putusan pengadilan  yang  mempunyai  kekuatan  hukum  tetap  atau  putusan perdamaian (dading). Dalam  hal  objek  pengadaan  tanah  masih  dipersengketakan kepemilikannya,  pengambilan  kompensasi dilakukan  setelah  adanya  berita acara perdamaian (dading). Dalam  hal  Objek  Pengadaan  Tanah  diletakkan  sita  oleh  pejabat  yang berwenang,  kompensasi dapat  diambil  oleh  Pihak  yang  Berhak  setelah  adanya putusan  pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap  dan pengangkatan sita. Dalam hal Objek Pengadaan Tanah menjadi jaminan di bank, kompensasi dapat diambil  di  pengadilan  negeri  setelah  adanya  surat  pengantar  dari  Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan persetujuan dari pihak bank. Pengambilan  kompensasi  yang  dititipkan  di  pengadilan  negeri, pihak  yang  berhak  wajib menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Manakala uang kompensasi telah dititipkan di pengadilan negeri dan pihak yang berhak  masih  menguasai objek pengadaan tanah, instansi yang memerlukan tanah mengajukan  permohonan pengosongan  tanah  tersebut kepada pengadilan negeri di wilayah lokasi pengadaan tanah (lihat, PerPres No. 71 Tahun 2012, Pasal 90-95)
[31]  PerPres No. 71 Tahun 2012…, Op.Cit, Pasal 86
[32]  PerPres No. 71 Tahun 2012…, ibid, Pasal 87-88
[33]  PerPres No. 71 Tahun 2012…, ibid, Pasal 89


Comments

Popular posts from this blog

Penyusunan Hukum Agraria Nasional

Konsepsi Ekonomi Kerakyatan