Pengertian Hukum Agraria
Pemahaman yang
memadai mengenai hukum agraria tentu sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap
unsur-unsur dari hukum agraria itu sendiri yakni hukum dan agraria. Maka dari
itu, sebelum melihat hakikat dan esensi dari hukum agraria, terlebih dahulu
kita melihat hakikat dan esensi dari hukum dan agraria.
Dari
berbagai literatur kita menemukan beragam definisi mengenai hukum. Boleh
dikatakan bahwa belum ditemukan rumusan yang baku terkait definisi hukum. Namun
demikian, tidaklah salah bila kita melihat pendapat dari sejumlah pakar yang
memberikan pendapat mereka untuk mendefinisikan hukum demi memperkaya wawasan
dan pemahaman kita mengenai hukum.
Von
Savigny melihat hukum dari perspektif sejarah adanya hukum. Menurutnya, Das
Recht wird nich gemacht, es ist und wird mit dem Volke (hukum tidak
dibuat, ia ada dan menyatu dengan bangsa). Itu artinya, hukum berakar pada
sejarah manusia sehingga dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan
warga masyarakat bangsa.
Berbeda dengan Savigny, Gustav Radburch melihat hukum
dari perspektif budaya dengan mengatakan bahwa hukum itu merupakan suatu unsur
budaya yang tentunya harus mewujudkan salah satu nilai dalam kehidupan konkret
manusia sebagaimana unsur-unsur budaya lainnya. Nilai yang dimaksud adalah
keadilan. Hukum haruslah suatu perwujudan keadilan atau sekurang-kurangnya
merupakan usaha ke arah terwujudnya keadilan.
Kemudian, Padmo Wahyono lebih
melihat hukum sebagai sarana (tool). Padmo membatasi hukum sebagai
alat atau sarana untuk menyelenggarakan kehidupan negara atau ketertiban dan
sekaligus merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Beberapa pakar berikut lebih cenderung melihat hukum dari karakteristiknya.
Hans Kelsen, misalnya, melihat hukum sebagai suatu perintah memaksa terhadap
perilaku manusia. Hukum merupakan norma primer yang menetapkan sanksi-sanksi. Sementara itu, menurut Simorangkir
dan Sastropranoto, hukum merupakan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman
tertentu.
Pengertian
hukum yang lebih prosedural implementatif dikemukakan oleh Utrecht dan Mochtar
Kusumaatmadja. Hukum dirumuskan Utrecht sebagai himpunan peraturan (baik
berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan
dari pihak pemerintah. Sementara itu, menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum
merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga dan proses-proses
yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
Mengacu
pada pengertian yang diberikan beberapa pakar di atas, dapatlah dikatakan bahwa
hukum dibuat dalam rangka mengendalikan tingkah langkah manusia sekaligus
melindungi kepentingan manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial yang hidup dalam suatu masyarakat. Pembuatan hukum seyogianya
bermuara pada terciptanya kebaikan bersama (bonum comune) dan
terwujudnya keadilan dalam masyarakat.
Setelah
mendapatkan pemahaman mengenai hukum, selanjutnya kita melihat pengertian
agraria. Istilah agraria sendiri bila dirunut dari asal usulnya berasal dari
bahasa Latin, ager berarti tanah atau sebidang tanah, agrarius berarti
perladangan, persawahan dan pertanian. Dalam bahasa Belanda, dikenal dengan
kata akker yang berarti tanah pertanian, dalam bahasa Yunani
kata agros yang juga berarti tanah pertanian. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanian atau tanah
pertanian. Dalam Black Law Dictionary arti agraria adalah
segala hal yang terkait dengan tanah, atau kepemilikan tanah terhadap suatu
bagian dari suatu kepemilikan tanah.
Dari
tinjauan etimologisnya jelaslah bahwa pengertian agraria secara umum berkaitan
dengan tanah atau tanah pertanian. Namun, bila kita bandingkan pengertian
agraria dalam bahasa Latin, agrarius dengan pengertian agraria
dalam bahasa Inggris, agrarian terlihat bahwa pengertaian
agraria dalam bahasa Latin lebih sempit dibandingkan dengan pengertian
agraria. Agraria dalam bahasa Latin hanya mengacu pada tanah untuk pertanian
sedangkan dalam bahasa Inggris, agraria selain diartikan dengan tanah juga
tanah untuk permukiman atau penghunian.
Adanya
perbedaan pengertian tersebut dapat dipahami terkait fungsi tanah. Pengertian
agraria dalam bahasa Latin erat kaitan dengan fungsi tanah pada zaman
Romawi yang mana pada saat itu tanah yang begitu luasnya hanya digunakan
sebagai tempat untuk pertanian. Sehingga yang diatur saat itu menyangkut tanah
untuk pertanian karena merupakan faktor terpenting dari kegiatan ekonomi.
Sementara itu, pengertian agraria dalam bahasa Inggris mengikuti dinamika
fungsi tanah yang tidak hanya untuk pertanian tetapi juga berkembang menjadi
tanah untuk permukiman dan untuk hunian bagi rakyat. Hal ini
dipengaruhi meningkatnya pertumbuhan penduduk sehingga tanah juga dibutuhkan
untuk permukiman dan perumahan rakyat.
Selanjutnya,
bila kita bandingkan pengertian agraria dalam bahasa Inggris dengan pengertian
agraria yang diatur dalam UUPA, terlihat bahwa pengertian agraria dalam
UUPA begitu luas. Pengertian agraria menurut UUPA meliputi bumi air, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Sementara, tanah hanya
menjadi bagian terkecil yakni permukaan bumi.
Setelah
melihat pengertian dari hukum dan agraria, selanjutnya kita mencermati
pengertian hukum agraria. Menurut Black Law Dictionary, hukum
agraria adalah hukum yang mengatur kepemilikan, penggunaan dan distribusi tanah
pedesaan (agrarian law is the body of law governing the ownership, use, and
distribution of rural land). Agrarian laws juga menunjuk pada
perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Hukum
agraria dalam bahasa Belanda disebut agrarisch recht merupakan
istilah yang dipakai dalam lingkungan administrasi pemerintahan. Sehingga, Agrarisch
recht dibatasi pada perangkat peraturan perundang-undangan yang
memberikan landasan hukum bagi para penguasa dalam melaksanakan kebijakan di
bidang pertanahan.
Utrecht
memberikan pengertian yang sama pada hukum agraria dan hukum tanah, tetapi
dalam arti yang sempit meliputi bidang hukum administrasi negara, menurutnya,
hukum agraria dan hukum tanah menjadi bagian hukum tata usaha negara yang
menguji perhubungan-perhubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan
para pejabat yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas
mereka itu.
Subekti
dan Tjitrosoedibjo memberikan arti yang luas pada hukum agraria yaitu, agraria
adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan diatasnya. Hukum
agraria (agrarisch recht) adalah keseluruhan dari pada
ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum perdata maupun hukum tata negara (staatsrecht)
maupun pula hukum tata usaha negara (administratif recht) yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum, dengan bumi, air, dan
ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan menagatur pula wewenang-wewenang
yang bersumber pada hubungan tersebut.
Valkhof
memberikan pengertian agrarisch recht bukan semua ketentuan
hukum yang berhubungan dengan pertanian, melainkan hanya yang mengatur
lembaga-lembaga hukum mengenai penguasaan tanah. Mengenai yang dibicarakan
adalah hukum agraria tersendiri adalah atas pertimbangan, bahwa melihat obyek
yang diaturnya ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan merupakan suatu
kesatuan yang sistematis.
Dalam
Hukum Romawi, hukum agraria merupakan hukum untuk pembagian tanah milik negara kepada
rakyat oleh penguasa negara, biasanya rampasan perang. Hukum
agraria memberi lebih banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya
berbagai hal yang mempunyai hubungan pula dengannya, tetapi tidak melulu
mengenai tanah. Subekti menjelaskan bahwa agraria adalah urusan tanah
dan segala apa yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam UUPA.
Menurut
Lemaire hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian
hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Fockema Andreae merumuskan Agrarische
Recht sebagai keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai usaha dan
tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata, hukum
pemerintahan) yang disajikan sebagai satu kesatuan untuk keperluan studi
tertentu.
Pengertian hukum agraria dalam UUPA menurut Boedi Harsono merupakan dalam arti
pengertian yang luas; bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum, tetapi
merupakan kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian
agraria. Kelompok tersebut terdiri atas:
1) hukum tanah,
yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi;
2) hukum air,
yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3) hukum
pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang
dimaksudkan dalam undang-undang di bidang pertambangan;
4) hukum
perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung
di dalam air;
5) hukum
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan Space
Law), yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 UUPA.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa hukum agraria merupakan keseluruhan
kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang
mengatur agraria, baik dalam pengertian sempitnya yang hanya mencakup
permukaan bumi (tanah) maupun dalam pengertian luasnya yang mencakup, bumi air,
ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Comments
Post a Comment