Penangkapan Menurut Hukum Pidana



Penyidik atau pejabat yang terkait bisa saja menyambangi rumah Anda atau menghampiri Anda di mana pun Anda berada dengan tujuan hendak menangkap Anda. Anda mungkin shock, kaget atau terkejut. Dalam situasi seperti itu, Anda tidak perlu kuatir. Asalkan Anda mengetahui hal ikhwal terkait penangkapan dalam peristiwa pidana. Penting untuk Anda cermati juga mengenai apa alasannya dan apakah proses tersebut telah mengikuti mekanisme yang telah diatur dalam ketentuan terkait atau tidak.

Hakikat Penangkapan
Penangkapan adalah tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan seseorang apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau pengadilan. Itu artinya bahwa tindakan penangkapan ini dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Artinya dengan itu harus minimal didasarkan pada dua bukti atau keterangan terkait tindak pidana yang dilakukan, misalnya adanya barang bukti dan keterangan saksi/ahli.

Pihak Yang Berwenang Melakukan Penangkapan
Para pihak yang berwenang melakukan penangkapan adalah penyidik dan penyidik pembantu. Penyidik terdiri dari pejabat polri dengan pangkat minimal inspektur dua dan PNS yang diberi wewenang khusus oleh UU yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b atau yang disamakan dengan itu) sementara penyidik pembantu terdiri dari pejabat polri dengan pangkat minimal Brigadir Dua dan PNS di lingkungan POLRI dengan pangkat minimal Pengatur Muda (golongan II/a atau yang disamakan dengan itu).

Persyaratan Penangkapan
Penting untuk diperhatikan bahwa suatu tindakan penangkapan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
1) penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan/atau peradilan;
2) penangkapan dilakukan setelah memiliki suatu bukti permulaan yang cukup;
3) penangkapan dilaksanakan dengan surat perintah penangkapan yang ditandatangani oleh kepala kesatuan atau instansi misalnya Kapolda, Kapolres atau Kapolsek;
4) penangkapan dilakukan terhadap tersangka pelaku pelanggaran yang mangkir dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah saat dipanggil oleh penyidik;
5) petugas pelaksana wajib membuat berita acara penangkapan setelah dilakukan penangkapan; dan
6) jangka waktu penangkapan paling lama sehari. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan status orang yang ditangkap apakah selanjutnya ia ditahan, wajib lapor atau dilepaskan. Bila pejabat yang berwenang menangkap seseorang lewat dari sehari maka dapat dikategorikan pejabat tersebut telah melakukan tindakan sewenang-wenang (Pasal 19 Ayat (1) KUHAP).

Tata Cara Penangkapan
Selain itu, dalam melakukan penangkapan petugas/penyidik harus mengindahkan tata cara penangkapan sebagaimana diatur dalam KUHAP yakni:
1) harus memperlihatkan surat tugas kepada tersangka dan keluarga tersangka;
2) memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa; dan
3) menyerahkan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan.

Isi Surat Perintah Penangkapan
Surat perintah penangkapan dalam praktiknya menggunakan model Serse: A. 5 dan memuat beberapa poin berikut ini, antara lain:
1) pertimbangan dan dasar hukum tindakan penangkapan;
2) nama-nama petugas, pangkat, dan jabatan;
3) identitas tersangka yang ditulis lengkap dan jelas;
4) uraian singkat mengenai tindak pidana yang di-persangkakan;
5) tempat/kantor tersangka akan diperiksa; dan
6) jangka waktu berlakunya surat perintah penangkapan.

Tindak Pidana Tertangkap Tangan
Tindak pidana yang dapat dikategorikan dalam ke-adaan tertangkap tangan adalah sebagai berikut:
1) tindak pidana perjudian (pasal 303 KUHP);
2) tindak pidana pengedar/penjual/penyimpan dan/atau pemakai narkotika/obat terlarang (UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika;
3) pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (UU No. 5 tahun 1983); dan
4) tindak pidana perikanan (UU No. 9 tahun 1985).
Pejabat yang berwenang dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana tersebut tanpa surat perintah penangkapan. Akan tetapi, dalam waktu 1 x 24 jam, eksekutornya harus menyerahkan orang yang ditangkap beserta atau tanpa barang buktinya kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat (pasal 18 ayat 2 jo pasal 111 ayat 1 KUHAP).

Penangkapan dalam Tindak Pidana Terorisme
Tindak pidana terorisme diatur dalam UU No. 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Ketentuan terkait penangkapan dalam uu tersebut berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP.
Dalam KUHAP diatur bahwa penangkapan dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam sementara dalam UU pidana terorisme jangka waktunya adalah 7 x 24 jam (pasal 28). Hal ini terkait dengan tindak pidana terorisme termasuk tindak pidana yang mengganggu keamanan nasional. Sehingga sebelum penangkapan dilakukan terhadap tersangkanya, terlebih dahulu penyidik mendapat laporan intelijen yang didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.


Hak-Hak Ketika Ditangkap
Penting untuk diketahui bahwa sebagai tersangka yang ditangkap, seseorang memiliki hak-hak yang harus diperhatikan oleh penyidik.
1. Hak untuk meminta surat tugas dan surat perintah penangkapan terhadap dirinya kepada petugas yang melakukan penangkapan;
2. Hak untuk meminta penjelasan tentang tuduhan kejahatan yang dituduhkan kepadanya, tempat ia akan dibawa/diperiksa atau ditahan, serta bukti awal terhadap tuduhan yang dituduhkan kepadanya;
3. Hak untuk diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah;
4. Hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi dan hak-hak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selama masa penangkapan atas dirinya;
5. Hak untuk mendapatkan bantuan juru bahasa atau penerjemah yang akan menjelaskan kepada tersangka bahasa yang mudah dipahami;
6. Hak untuk mendapatkan juru bahasa yang menguasai bahasa isyarat apabila ia adalah seorang tunarungu atau tunawicara;
7. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan dari polisi atau penyidik;
8. Hak untuk didampingi oleh satu atau lebih penasihat hukum yang ia pilih sendiri untuk mendapatkan bantuan hukum;
9. Hak untuk mendapat penasihat hukum secara cuma-cuma atau gratis;
10. Hak untuk mengungkapkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan tanpa adanya tekanan; dan
11. Hak untuk diam dalam arti tidak mengeluarkan pernyataan ataupun pengakuan. Tidak diperkenankan adanya tekanan.


Referensi

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Taufik Basari, Hak Individu Dalam Hukum Pidana dalam Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, Edisi 2009, YLBHI, Jakarta, 2009
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
O. C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Alumni, Bandung, 2006
Nico Ngani, dkk., Mengenal KUHAP, Dari Tersangka sampai Surat Dakwaan, seri 2, : Liberty, Yogyakarta, 1984
Martiman Prodjohamidjojo, Kedudukan Tersangka Dan Terdakwa Dalam Pemeriksaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984
Martiman Prodjohamidjojo, Penjelasan Sistematis Dalam Bentuk Tanya Jawab UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
Sunaryo & Ajen Dianawati, Tanya Jawab Seputar Hukum Acara Pidana, Visimedia, Jakarta, 2009

Comments

Popular posts from this blog

Penyusunan Hukum Agraria Nasional

Konsepsi Ekonomi Kerakyatan