Penahanan dalam Perkara Pidana
Apabila Anda ditangkap karena telah melakukan tindak pidana atau diduga melakukan tindak pidana, Anda dapat ditahan untuk proses selanjutnya, entah itu untuk pemeriksaan saat penyidikan atau pun pemeriksaan di pengadilan.
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di suatu tempat oleh penyidik atau penuntut atau hakim melalui suatu penetapan. Yang berwenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka adalah penyidik pada tingkat penyidikan, penuntut umum pada tingkat penuntutan, hakim pengadilan negeri pada tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri, hakim pengadilan tinggi pada tingkat pengadilan tinggi, dan hakim mahkamah agung pada tingkat kasasi.
Penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa dapat dilakukan dalam tiga jenis penahanan, yakni 1) penahanan rumah tahanan, 2) penahanan rumah, dan 3) penahanan kota.
Pada umumnya, terdapat tiga dasar penahanan terhadap seorang tersangka yakni: dasar keadaan, dasar yuridis, dan dasar administratif.
Dasar Keadaan Atau Keperluan
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekuatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup dapat diartikan bahwa aparat penegak hukum sudah mempunyai minimal dua alat bukti yang mendukung penahanan terhadap tersangka.
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekuatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup dapat diartikan bahwa aparat penegak hukum sudah mempunyai minimal dua alat bukti yang mendukung penahanan terhadap tersangka.
Penahanan tersebut hanya dapat dilakukan ke-pada tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal (1) tindak pidana itu diancam dengan penjara lima tahun atau lebih; (2) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tertentu dalam KUHAP, UU kepabeanan, UU imigrasi, dan UU narkotika dan obat-obatan terlarang (Pasal 21 Ayat (4) KUHAP).
Dalam praktiknya, kondisi atau keadaan administratif juga sangat menentukan apakah tersangka ditahan atau tidak. Misalnya dalam hal tersangka berdomisili di tempat yang cukup jauh dari kantor polisi yang menyidik perkara tersebut. Dalam kondisi ini penahanan dilakukan dengan maksud untuk memudahkan dilakukannya penyidikan.
Penahanan terhadap seorang tersangka harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam KUHAP, yakni: 1) penahanan dengan surat perintah dan 2) tembusan surat perintah penahanan diberikan kepada keluarga tersangka.
a) Penahanan dengan surat perintah
Surat perintah penahanan atau penetapan hakim mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa yang meliputi: nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal serta menyebutkan alasan penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwa serta tempat ia ditahan.
b) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim harus diberikan kepada keluarganya. Surat perintah penahanan dikeluarkan oleh penyidik dan jaksa penuntut umum sedangkan surat penetapan penahanan dikeluarkan oleh hakim pengadilan.
Batas Maksimum
Waktu Penahanan
Adalah penting bagi seorang tersangka mengetahui batas waktu maksimum penahanan supaya ia ditahan tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Batas maksimum penahanan tergantung tingkat pemeriksaan.
Adalah penting bagi seorang tersangka mengetahui batas waktu maksimum penahanan supaya ia ditahan tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Batas maksimum penahanan tergantung tingkat pemeriksaan.
Perintah penahanan merupakan kewenangan penyidik dengan jangka waktu paling lama 20 hari (Ayat (1)). Namun bila pemeriksaan belum rampung dapat diperpanjang paling lama 40 hari (ayat 2). Penahanan berakhir manakala pemeriksaaan rampung meski belum genap waktunya (Ayat (3)). Setelah waktu 60 hari berakhir tersangka harus dikeluarkan dari tahanan (Ayat (4)).
Pada tingkat penuntutan
(Pasal 25)
Perintah penahanan merupakan wewenang penuntut umum dengan kurun waktu maksimum 20 hari (ayat 1) dan ditambah perpanjangan waktu 30 hari seandainya pemeriksaan belum selesai (ayat 2). Tersangka dapat saja bebas sebelum berakhirnya waktu yang ditentukan jikalau pemeriksaan rampung (ayat 3). Akan tetapi, tersangka harus bebas setelah batas waktu penahanan sudah jatuh tempo (ayat 4).
Perintah penahanan merupakan wewenang penuntut umum dengan kurun waktu maksimum 20 hari (ayat 1) dan ditambah perpanjangan waktu 30 hari seandainya pemeriksaan belum selesai (ayat 2). Tersangka dapat saja bebas sebelum berakhirnya waktu yang ditentukan jikalau pemeriksaan rampung (ayat 3). Akan tetapi, tersangka harus bebas setelah batas waktu penahanan sudah jatuh tempo (ayat 4).
Pada tingkat pengadilan
negeri (Pasal 26 KUHAP)
Hakim pengadilan negeri berwenang mengeluarkan perintah penahanan dengan jangka waktu paling lama 30 hari (ayat 1) dengan tambahan waktu 60 hari apabila perkaranya belum selesai (ayat 2). Tersangka dapat saja bebas sebelum masa tahanan berakhir bilamana pemeriksaan sudah selesai (ayat 3). Namun tersangka harus dikeluar-kan dari tahanan setelah batas waktu berakhir (4).
Hakim pengadilan negeri berwenang mengeluarkan perintah penahanan dengan jangka waktu paling lama 30 hari (ayat 1) dengan tambahan waktu 60 hari apabila perkaranya belum selesai (ayat 2). Tersangka dapat saja bebas sebelum masa tahanan berakhir bilamana pemeriksaan sudah selesai (ayat 3). Namun tersangka harus dikeluar-kan dari tahanan setelah batas waktu berakhir (4).
Pada tingkat Pengadilan Tinggi (Pasal 27 KUHAP)
Wewenang untuk mengeluarkan perintah penahanan dimiliki oleh hakim pengadilan tinggi dengan jangka waktu penahanan 30 hari (ayat 1) dan dapat diperpanjang selama 60 hari bila pemeriksaan belum rampung (ayat 2). Setelah 90 hari, tersangka harus dibebaskan dari tahanan (ayat 4) dan tidak menutup kemungkinan sebelum waktu 90 hari tersangka boleh keluar dari tahanan (ayat 3).
Wewenang untuk mengeluarkan perintah penahanan dimiliki oleh hakim pengadilan tinggi dengan jangka waktu penahanan 30 hari (ayat 1) dan dapat diperpanjang selama 60 hari bila pemeriksaan belum rampung (ayat 2). Setelah 90 hari, tersangka harus dibebaskan dari tahanan (ayat 4) dan tidak menutup kemungkinan sebelum waktu 90 hari tersangka boleh keluar dari tahanan (ayat 3).
Perintah penahanan pada tingkat ini merupakan wewenang hakim mahkamah agung untuk jangka waktu paling lama 50 hari (ayat 1). Untuk melanjutkan pemeriksaan yang belum selesai, waktu penahanan dapat diperpanjang 60 hari (ayat 2). Tersangka juga dapat keluar dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan (ayat 3). Setelah batasan waktu penahanan di tingkat kasasi berakhir, terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan (ayat 4).
Selain mengetahui batas maksimum waktu pe-nahanan, seorang tersangka perlu juga mengetahui apa saja isi surat perintah atau penetapan penahanan. Isi surat perintah atau penetapan penahanan meliputi:
a) pencantuman identitas tersangka atau terdakwa berupa: nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal;
b) uraian mengenai alasan penahanan;
c) uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwa; dan
d) tempat ia ditahan.
Perawatan
Kesehatan Di Luar Rumah Tahanan
Terhadap tersangka yang sakit dan harus dirawat di luar rumah tahanan, maka ia berhak untuk dirawat di rumah sakit. Adapun ketentuan mengenai perawatan kesehatan di luar rutan adalah sebagai berikut:
a) Perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit keras dapat dilakukan di luar tahanan setelah memperoleh izin dari instansi yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan atas rekomendasi dokter rutan
b) Tahanan yang menderita sakit jiwa dirawat di rumah sakit jiwa setempat terdekat berdasarkan keterangan dokter rutan negara setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit jiwa serta mendapat izin dari instansi yang menahan
c) Dalam keadaan terpaksa, tahanan dapat dilakukan pengobatan di rumah sakit di luar rutan dan kemudian melaporkannya pada instansi yang menahan untuk penyelesaian izinnya paling lambat dalam waktu 1 X 24 jam.
d) Pengawasan dan pengamanan tahanan yang dirawat di rumah sakit di luar rutan negara dilakukan oleh polri atas permintaan instansi yang menahan.
Terhadap tersangka yang sakit dan harus dirawat di luar rumah tahanan, maka ia berhak untuk dirawat di rumah sakit. Adapun ketentuan mengenai perawatan kesehatan di luar rutan adalah sebagai berikut:
a) Perawatan kesehatan bagi tahanan yang sakit keras dapat dilakukan di luar tahanan setelah memperoleh izin dari instansi yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan atas rekomendasi dokter rutan
b) Tahanan yang menderita sakit jiwa dirawat di rumah sakit jiwa setempat terdekat berdasarkan keterangan dokter rutan negara setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit jiwa serta mendapat izin dari instansi yang menahan
c) Dalam keadaan terpaksa, tahanan dapat dilakukan pengobatan di rumah sakit di luar rutan dan kemudian melaporkannya pada instansi yang menahan untuk penyelesaian izinnya paling lambat dalam waktu 1 X 24 jam.
d) Pengawasan dan pengamanan tahanan yang dirawat di rumah sakit di luar rutan negara dilakukan oleh polri atas permintaan instansi yang menahan.
Seorang tersangka dapat meminta penangguhan penahanan. Artinya seorang tersangka dapat keluar dari rumah tahanan sebelum batas waktu penahanannya berakhir. Penangguhan penahanan ini bisa atas permintaan si tersangka sendiri dan/atau karena ada orang lain yang menjamin penangguhan penahanan tersebut.
1) tersangka atau terdakwa tidak akan melarikan diri;
2) tersangka atau terdakwa tidak akan menghilangkan barang bukti;
3) tersangka atau terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya; dan
4) tersangka atau terdakwa bersedia memenuhi panggilan untuk kepentingan pemeriksaan.
Dalam praktiknya, penangguhan
penahanan ini sering dilakukan dengan jaminan uang/orang. Bila jaminannya
berupa uang, besarnya ditentukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan (penyidik atau penuntut umum atau hakim). Uang jaminan ini
disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Sekiranya tersangka/terdakwa
melarikan diri dan dalam kurun waktu tiga bulan tidak ditemukan, maka uang
jaminan tersebut menjadi milik negara sehingga harus
disetor ke kas negara oleh panitera.
Sebaliknya, andaikata jaminannya
adalah orang, maka yang menjadi penjamin wajib membayar sejumlah uang yang
telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan. Uang
tersebut kemudian disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan. Seandainya
penjamin tidak mampu membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan tersebut,
maka jurus sita akan menyita barang-barang milik penjamin untuk dijual lelang dan
hasilnya disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan negeri (Pasal 36 PP
No. 27/1983).
1) Pejabat atau instansi yang menahan menetapkan besarnya uang jaminan; uang jaminan disimpan di kepaniteraan pengadilan; penyetoran uang jaminan dilakukan sendiri oleh pemohon atau penasihat hukum atau keluarganya; bukti setoran dibuat dalam rangkap 3 (tiga); berdasarkan tanda bukti penyetoran, pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat penetapan penangguhan penahanan.
2) Uang jaminan menjadi milik negara jika pemohon melanggar syarat-syarat penangguhan penahanan. Dalam hal ini uang jaminan yang dititipkan di Kepaniteraan akan berubah menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara.
3) Uang jaminan dapat dikembalikan kepada pemohon apabila terjadi beberapa kondisi berikut ini:
a) penangguhan penahanan dicabut kembali dan pemohon diperintahkan untuk menjalani masa tahanan; dan
b) pengadilan mengeluarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada saat yang sama, uang jaminan penangguhan penahanan harus dikembalikan kepada pemiliknya. Hal ini terkait telah terjadi perubahan status penahanan tersangka atau terdakwa apakah diproses lebih lanjut atau dipidana atau dibebaskan dari status tersangka atau terdakwa.
Perubahan Status Tahanan
Seorang tersangka atau terdakwa
dapat diubah statusnya dari status tahanan rutan men-jadi tahanan rumah atau
tahanan kota. Perubahan status tahanan ini
dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa yang
sedang ditahan atau oleh keluarga dan penasihat
hukumnya. Dalam praktik-nya, perubahan status tahanan ini diajukan oleh tersangka atau terdakwa
yang ditahan di rumah tahanan negara.
1) tersangka atau terdakwa tidak akan melarikan diri
2) tersangka atau terdakwa tidak akan menghilangkan barang bukti
3) tersangka atau terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya
4) tersangka atau terdakwa bersedia memenuhi panggilan untuk kepentingan pemeriksaan.
a) pengurangan pada penahanan rutan sama dengan jumlah masa penahanannya. Misalnya tersangka dikenakan masa tahanan rutan selama 1 hari, maka pengurangan masa penahanannya adalah 1 hari;
b) pengurangan pada penahanan rumah adalah 1/3 dari jumlah masa penahanannya. Misalnya jika masa penahanannya 60 hari, maka pengurangannya adalah 1/3 x 60 = 20 hari; dan
c) pengurangan masa tahanan kota adalah 1/5 dari masa penahanannya. Misalnya tersangka atau terdakwa ditahan selama 50 hari, maka pengurangannya adalah 1/5 x 50 hari = 10 hari.
Dalam proses penahanan, seorang tersangka memiliki hak-hak yang mesti diperhatikan oleh pejabat yang berwenang melakukan penahanan. Adapun hak-hak tersebut meliputi:
1) menghubungi dan didampingi oleh penasihat hukum atau advokat;
2) segera diperiksa oleh penyidik setelah satu hari ditahan;
3) menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum;
4) meminta atau mengajukan penangguhan penahanan;
5) menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk kepentingan kesehatan;
6) mendapat penangguhan penahanan atau perubahan status penahanan;
7) menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga;
8) mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum tanpa diperiksa oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim atau pejabat rumah tahanan negara;
9) mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan kepada penyidik;
10) menghubungi dan menerima kunjungan rohaniwan; dan
11) bebas dari tekanan seperti: diintimidasi, ditakut-takuti, dan disiksa secara fisik.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Taufik Basari, Hak Individu Dalam Hukum Pidana dalam Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, Edisi 2009, YLBHI, Jakarta, 2009
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
O. C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Alumni, Bandung, 2006
Nico Ngani, dkk., Mengenal KUHAP, Dari Tersangka sampai Surat Dakwaan, seri 2, : Liberty, Yogyakarta, 1984
Martiman Prodjohamidjojo, Kedudukan Tersangka Dan Terdakwa Dalam Pemeriksaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984
Martiman Prodjohamidjojo, Penjelasan Sistematis Dalam Bentuk Tanya Jawab UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
Sunaryo & Ajen Dianawati, Tanya Jawab Seputar Hukum Acara Pidana, Visimedia, Jakarta, 2009
Comments
Post a Comment