KEKAYAAN BANGSA YANG SALAH DIKELOLA
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam.
Indonesia kaya akan minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah
subur, batu bara, emas, perak, dan barang tambang lainnya. Dari begitu banyak
sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, masyarakat Indonesia hanyalah buruh
di tempat-tempat tambang tersebut. Padahal, kekayaan tersebut adalah milik
Indonesia. Masyarakat Indonesia pun tidak bisa menikmati kekayaan tersebut.
Bangsa
ini sebagai pemilik sumber daya alam bukannya mendapatkan untung malahan
mendapatkan buntungnya. Asing dengan gampangnya mengambil keuntungan dari
pengelolaan kekayaan bangsa ini. Miris memang kedengarannya. Tapi, apa mau
dikata, itu sudah menjadi realita yang tidak terbantahkan. Demikian sepenggal
fakta mengenai kekayaan bangsa yang salah dikelola.
Logikanya
Indonesia mampu menjalankan operasional negara dan menyejahterakan masyarakat
dengan kekayaan yang dimiliki tanpa harus bergantung pada pinjaman luar negeri
dan terutama jika pemerintah dapat mengelola dengan baik dan tepat
kekayaan tersebut. Sayangnya, semua kekayaan alam Indonesia yang melimpah
ruah dikelola oleh perusahaan-perusahaan multinasional dari negara lain.
Perusahaan-perusahaan tersebut menguasai sumber-sumber kekayaan alam potensial,
seperti emas, nikel, gas, dan minyak bumi.
Hal tersebut diafirmasi oleh Bernhard Limbong dalam bukunya
berjudul Ekonomi
Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi yang diterbitkan Penerbit Margaretha Pustaka. Bukannya
anak bangsa yang menikmati kekayaan alam yang berlimpah ruah itu
melainkan bangsa lain. Apalagi, kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah
semakin mempermudah kekayaan bangsa ini mengalir ke luar negeri. Selain itu,
pemerintah membiarkan negara lain secara bebas memasarkan seluruh barang ke
Indonesia, tanpa memberikan proteksi kepada produksi dalam negeri. Indonesia
menjadi pasar bagi produksi luar negeri hingga produksi dalam negeri kalah
saing.
Penulis melihat bahwa model pembangunan Indonesia keliru
karena tidak mengutamakan kepentingan nasional. Pemerintah harus mengubah
kebijakan ekonomi untuk menyelamatkan kekayaan negeri. Jika mashab ekonomi yang
dianut Indonesia dipertahankan maka akan terjadi kerawanan ekonomi dan bangsa
akan terus merugi. Neoliberalisme tidak cocok di Indonesia. Pemerintah harus
berani mereorientasi sistem ekonomi yang baru dengan mengutamakan kepentingan
nasional. Nasionalisme ekonomi menjadi suatu keharusan kalau bangsa ini mau
menyejahterakan rakyatnya.
Namun, penulis menyadari bahwa menjalankan nasionalisme
ekonomi bukanlah persoalan yang mudah. Keberhasilan pelaksanaan nasionalisme
ekonomi mengandaikan adanya komitmen negara terhadap pembangunan nasional
secara komprehensif, integral, dan sistemik. Komitmen negara diperlukan karena
keberhasilan pelaksanaan pembangunan Nasional tidak ditentukan oleh pemerintah,
melainkan oleh seluruh stakeholders Negara Bangsa Indonesia.
Mulai dari jajaran legislatif, eksekutif, yudikatif, politisi, lembaga swadaya
masyarakat, akademisi, advokat, pengusaha, pedagang, petani, dan seterusnya.
Lebih lanjut, penulis menjelaskan bahwa komitmen negara sangat
diperlukan dalam hal-hal strategis, seperti memperkokoh rasa nasionalisme;
kembali ke Filosofi Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945; regulasi yang proteksionis; kebijakan
pemerintah yang pro pengusaha nasional/daerah; penegakan hukum demi
terciptanya kepastian usaha, perjanjian bisnis; reformasi birokrasi
berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG); politik
anggaran yang pro-poor, pro-job, dan pro-growth;
penciptaan nilai tambah dengan penerapan IPTEK dan pembangunan industri dari
hulu hingga hilir; dan pelatihan/penerapan teknologi pada sektor-sektor ekonomi
rakyat. Kesembilan item ini merupakan faktor nonekonomi yang turut memberikan
kontribusi positif bagi pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan penguatan
nasionalisme ekonomi.

Comments
Post a Comment